Senin, 02 Maret 2015

PEMBAHASAN TENTANG ZAKAT

kali ini akan membahas tentang zakat secara lengkap,
mulai dari apa itu zakat, pembagian atau macam-
macam zakat, siapa saja orang yang berhak menerima
zakat, dalil-dalil yang berhubungan dengan zakat,
manfaat dan hikmah zakat dll.

PENGERTIAN ZAKAT
-----------------------------------
Pengertian Zakat Menurut Bahasa :
Zakat menurut bahasa berarti “tumbuh dan
bertambah”. juga bisa berarti berkah, bersih, dan suci.
Pengertian Zakat Menurut Istilah :
Menurut istilah Agama Islam zakat adalah ukuran/
kadar harta tertentu yang harus dikeluarkan oleh
pemiliknya untuk diserahkan kepada golongan/orang-
orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat
tertentu.
Zakat dari segi prakteknya adalah kegiatan bagi-bagi
yang diwajibkan bagi umat islam. Zakat berbeda
dengan gratifikasi. Gratifikasi adalah kegiatan bagi-
bagi yang tidak diperkenankan oleh negara atau
ketentuan pemerintah.
Orang yang mengeluarkan zakat disebut Muzakki
Orang yang berhak menerima zakat disebut Mustahik

SEJARAH ZAKAT
---------------------------
Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M.
Nabi Muhammad SAW melembagakan perintah zakat
ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka
yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka
yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam
negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada
kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat,
khususnya mengenai jumlah zakat tersebut..
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai
sipil dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari
masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda,
budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang
yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. .
Syari’ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat
dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
Seorang muslim yang telah memiliki harta dengan
jumlah tertentu (nisab) sesuai dengan ketentuan dan
waktu tertentu (haul) yaitu satu tahun, wajib
mengeluarkan zakatnya. Zakat merupakan salah satu
rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat Islam, Oleh sebab itu Hukum dari
melaksanakan zakat adalah Fardhu Ain / Wajib Ain,
yang artinya wajib hanya bagi orang yang mampu atau
memenuhi syarat.
Adapun Tujuan zakat adalah sebagaimana firman Allah
dalam surat at- Taubah ayat 103 :
Artinya :
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan
dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman
jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.(Q.S At-Taubah : 103)
Jadi tujuan Allah memerintahkan umat Islam untuk
membayar zakat adalah agar harta yang dimilikinya
menjadi bersih dan suci. Karena kalau tidak dibayarkan
zakatnya, harta yang dimiliki menjadi kotor dan haram
karena tercampur hak orang lain yang dititipkan kepada
orang yang berhak mengeluarkan zakat
Adapun dalil atau dasar hukum yang berkenaan dengan
zakat adalah sebagai berikut :
WA AQIIMUSSOLAT WA ATIIUZ
ZAKAT
Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
(QS. Al Baqarah (2): 110)
Ayat lainnya:
Artinya : Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat
dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-
rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan
kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku
akan menutupi dosa-dosamu. (QS. Al Maidah (5): 12)
Dan berbagai ayat lainnya.
1. Islam : Zakat hanya diwajibkan bagi orang Islam
saja.
2. Merdeka : Hamba sahaya tidak wajib
mengeluarkan zakat kecuali zakat fitrah,
sedangkan tuannya wajib mengeluarkannya. Di
masa sekarang persoalan hamba sahaya tidak
ada lagi. Bagaimanapun syarat merdeka tetap
harus dicantumkan sebagai salah satu syarat
wajib mengeluarkan zakat karena persoalan
hamba sahaya ini merupakan salah satu syarat
yang tetap ada.
3. Milik Sepenuhnya : Harta yang akan dizakati
hendaknya milik sepenuhnya seorang yang
beragama Islam dan harus merdeka. Bagi harta
yang bekerjasama antara orang Islam dengan
orang bukan Islam, maka hanya harta orang Islam
saja yang dikeluarkan zakatnya.
4. Cukup Haul : cukup haul maksudnya harta
tersebut dimiliki genap setahun, selama 354 hari
menurut tanggalan hijrah atau 365 hari menurut
tanggalan mashehi.
5. Cukup Nisab : Nisab adalah nilai minimal sesuatu
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Kebanyakan standar zakat harta (mal)
menggunakan nilai harga emas saat ini,
jumlahnya sebanyak 85 gram. Nilai emas
dijadikan ukuran nisab untuk menghitung zakat
uang simpanan, emas, saham, perniagaan,
pendapatan dan uang dana pensiun.
Ada 8 ashnaf (golongaan) yang berhak menerima
zakat, hal ini terdapat dalam Surah at-Taubah ayat 60,
Artinya :
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya
( muallaf), untuk (memerdekakan hamba sahaya),
untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha Mengetahui,
Maha Bijaksana.
Berikut adalah urut-urutan siapa saja yang berhak
menerima zakat (Mustahiq zakat)
1. Fakir – Orang yang hampir tidak memiliki apa-
apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokok hidup.
2. Miskin – Orang yang memiliki harta namun tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk
hidup.
3. Amil – Orang yang mengumpulkan dan
membagikan zakat / Petugas Zakat
4. Mu’allaf – Orang yang baru masuk Islam dan
membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri
dengan keadaan barunya.
5. Riqob – Budak yang ingin memerdekakan dirinya
6. Gharimin – Mereka yang berhutang untuk
kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk
memenuhinya.
7. Fisabilillah – Mereka yang berjuang di jalan Allah
(misal: dakwah, perang dsb)
8. Ibnus Sabil – Mereka yang kehabisan biaya di
perjalanan
Adapun Yang tidak berhak menerima zakat adalah
Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.
Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau
tanggungan dari tuannya.
Keturunan Rasulullah (ahlul bait).
Orang yang dalam tanggungan dari orang yang
berzakat, misalnya anak dan istri.
Secara garis besar zakat terbagi menjadi 2 bagian,
zakat fitrah dan zakat maal, namun zakat mal itu
sendiri terbagi menjadi beberapa macam jenis zakat,
selengkapnya kita pelajari berikut ini :
Zakat
fitrah  adalah zakat yang dikeluarkan pada saat
menjelang hari raya, paling lambat sebelum shalat Idul
Fitri, dengan maksud untuk menyenangkan kaum fakir
miskin saat hari raya, dan hukumnya wajib.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:
Yaitu zakat yang diwajibkan karena berbuka dari
Ramadhan (maksudnya: berakhirnya Ramadhan). Dia
wajib bagi setiap pribadi umat Islam, anak-anak atau
dewasa, laki-laki atau perempuan, merdeka atau
budak. (Fiqhus Sunnah, 1/412)
Harta yang dikeluarkan adalah makanan pokok di
negeri masing-masing, kalau di negeri kita sebanyak
(+/-) 2,5 Kg beras. Ini pandangan jumhur (mayoritas)
imam madzhab seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan
Imam Ahmad bin Hambal. Mereka menolak
pembayaran zakat fitri dengan nilai harganya (uang),
karena hal itu dianggap bertentangan dengan sunah
nabi. Ini juga menjadi pandangan sebagian besar ulama
kerajaan Arab Saudi, dan yang mengikuti mereka.
Dasarnya adalah:
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitri pada bulan
Ramadhan untuk setiap jiwa kaum muslimin, baik yang
merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, anak-
anak atau dewasa, sebanyak satu sha’ kurma atau
satu sha’ biji-bijian. (HR. Muslim No. 984)
Hadits ini menunjukkan bahwa yang mesti dikeluarkan
dalam zakat fitri adalah makanan pokok pada sebuah
negeri, sebagaimana contoh dalam hadits ini. Maka,
menggunakan nilai atau harga dari makanan pokok
merupakan pelanggaran terhadap sunah ini.
Sedangkan Imam Abu Hanifah, menyatakan bolehnya
zakat fitri dengan uang. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq
Rahimahullah:
Abu Hanifah membolehkan
mengeluarkan harganya. (Fiqhus Sunnah, 1/413)
Ini juga pendapat Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam ‘Atha,
Imam Al Hasan Al Bashri, Imam Bukhari, Imam Muslim,
dan juga sahabat nabi, seperti Muawiyah Radhiallahu
‘Anhu dan Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu ‘Anhu,
membolehkannya dengan nilainya, sebab yang menjadi
prinsip adalah terpenuhi kebutuhan fakir miskin pada
hari raya dan agar mereka tidak meminta-minta pada
hari itu.
Dalam riwayat lain:
Penuhilah kebutuhan mereka,
jangan sampai mereka berkeliling (untuk minta-minta)
pada hari ini. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra
No. 7528)
Dari riwayat ini, bisa dipahami bahwa yang menjadi
substansi adalah terpenuhinya kebutuhan mereka
ketika hari raya dan jangan sampai mereka mengemis.
Pemenuhan kebutuhan itu bisa saja dilakukan dengan
memberikan nilai dari kebutuhan pokoknya, atau juga
dengan barangnya. Apalagi untuk daerah pertanian,
bisa jadi mereka lebih membutuhkan uang dibanding
makanan pokok, mengingat daerah seperti itu biasanya
tidak kekurangan makanan pokok.
Zakat mal adalah zakat yang meliputi segala harta
benda,zakat mal dibagi menjadi beberapa jenis zakat,
berikut adalah macam-macam zakat yang tergolong
dalam zakat mal
Nishab zakat emas adalah jika telah mencapai 20
Dinar dan selama satu tahun kepemilikan, maka
zakatnya 1/40-nya, yakni setengah Dinar. (HR.
Abu Daud No. 1573, Al Baihaqi dalam As Sunan Al
Kubra No. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani.
Lihat Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 1573)
Satu Dinar adalah 4,25 gram emas. Jadi, jika
sudah memiliki 85 gram emas, maka dikeluarkan
zakatnya 2,125 gram.
Nishab zakat perak adalah jika telah mencapai
200 Dirham selama setahun kepemilikan sebanyak
1/40-nya, yakni 5 dirham. (HR. Abu Daud No.
1574, At Tirmdizi No. 620, Ahmad No. 711, 1232,
Al Bazar No. 679, dan lainnya. Imam At Tirmidzi
bertanya kepada Imam Bukhari, apakah hadits ini
shahih? Beliau menjawab: “shahih.” Lihat Sunan
At Tirmidzi No. 620)
Satu Dirham adalah 2,975 gram perak. Jadi, jika
sudah memiliki 595 gram perak, maka dikeluarkan
zakatnya 14,875 gram.
Dalil tentang Kewajiban zakat emas dan perak :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang
alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
pada hari dipanaskan emas perak itu dalam
neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi
mereka, lambung dan punggung mereka (lalu
dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu
yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu
simpan itu.” (QS. At Taubah (9): 34-35)
Zakat ini adalah pada harta apa saja yang
memang diniatkan untuk didagangkan, bukan
menjadi harta tetap dan dipakai sendiri.
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah
mengatakan tentang batasan barang dagangan:
ﻭﻟﻮ ﺍﺷﺘﺮﻯ ﺷﻴﺌًﺎ ﻟﻠﻘﻨﻴﺔ ﻛﺴﻴﺎﺭﺓ ﻟﻴﺮﻛﺒﻬﺎ، ﻧﺎﻭﻳًﺎ ﺃﻧﻪ ﺇﻥ
ﻭﺟﺪ ﺭﺑﺤًﺎ ﺑﺎﻋﻬﺎ، ﻟﻢ ﻳﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﻣﺎﻝ ﺗﺠﺎﺭﺓ ﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﻟﻮ
ﻛﺎﻥ ﻳﺸﺘﺮﻱ ﺳﻴﺎﺭﺍﺕ ﻟﻴﺘﺎﺟﺮ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﻳﺮﺑﺢ ﻣﻨﻬﺎ، ﻓﺈﺫﺍ ﺭﻛﺐ
ﺳﻴﺎﺭﺓ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﺍﺳﺘﻌﻤﻠﻬﺎ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺠﺪ ﺍﻟﺮﺑﺢ ﺍﻟﻤﻄﻠﻮﺏ
ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻴﺒﻴﻌﻬﺎ، ﻓﺈﻥ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ ﻟﻬﺎ ﻻ ﻳﺨﺮﺟﻬﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﺠﺎﺭﺓ،
ﺇﺫ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺑﻤﺎ ﻫﻮ ﺍﻷﺻﻞ، ﻓﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻴﻪ
ﺍﻻﻗﺘﻨﺎﺀ ﻭﺍﻻﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺸﺨﺼﻲ : ﻟﻢ ﻳﺠﻌﻠﻪ ﻟﻠﺘﺠﺎﺭﺓ ﻣﺠﺮﺩ
ﺭﻏﺒﺘﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﻊ ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪ ﺭﺑﺤًﺎ، ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻴﻪ
ﺍﻻﺗﺠﺎﺭ ﻭﺍﻟﺒﻴﻊ : ﻟﻢ ﻳﺨﺮﺟﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﺠﺎﺭﺓ ﻃﺮﻭﺀ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ .
ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻧﻮﻯ ﺗﺤﻮﻳﻞ ﻋﺮﺽ ﺗﺠﺎﺭﻱ ﻣﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻟﻪ
ﺍﻟﺸﺨﺼﻲ، ﻓﺘﻜﻔﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺟﻤﻬﻮﺭ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ
ﻹﺧﺮﺍﺟﻪ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﺍﻟﺘﺠﺎﺭﺓ، ﻭﺇﺩﺧﺎﻟﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻘﺘﻨﻴﺎﺕ
ﺍﻟﺸﺨﺼﻴﺔ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻨﺎﻣﻴﺔ
Seandainya seseorang membeli sesuatu untuk
dipakai sendiri seperti mobil yang akan
dikendarainya, dengan niat apabila mendatangkan
keuntungan nanti dia akan menjualnya, maka itu
juga bukan termasuk barang tijarah (artinya tidak
wajib zakat, ). Hal ini berbeda dengan jika
seseorang membeli beberapa buah mobil memang
untuk dijual dan mengambil keuntungan darinya,
lalu jika dia mengendarai dan menggunakan mobil
itu untuk dirinya, dia menemukan adanya
keuntungan dan menjualnya, maka apa yang
dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu
tidaklah mengeluarkan status barang itu sebagai
barang perniagaan. Jadi, yang jadi prinsip adalah
niatnya. Jika membeli barang untuk dipakai
sendiri, dia tidak meniatkan untuk menjual dan
mencari keuntungan, maka hal itu tidak
merubahnya menjadi barang tijarah walau pun
akhirnya dia menjualnya dan mendapat
keuntungan. Begitu juga sebaliknya jika seorang
berniat merubah barang dagangan menjadi barang
yang dia pakai sendiri, maka niat itu sudah cukup
menurut pendapat mayoritas fuqaha (ahli fiqih)
untuk mengeluarkan statusnya sebagai barang
dagangan, dan masuk ke dalam kategori milik
pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah,
1/290)
Contoh : si A membeli barang-barang meubel
untuk dipakai dan ditaruh dirumah, maka ini tidak
kena zakat, sebab tidak ada zakat pada harta
yang kita gunakan sendiri seperti rumah,
kendaraan, pakaian, walaupun berjumlah banyak
kecuali jika itu diperdagangkan . Nah, jika si A
membeli barang-barang tersebut untuk dijual,
maka barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya
jika sudah mencapai nishabnya dan jika sudah
satu haul (setahun), yaitu dengan cara ditaksir
harganya dan dikeluarkan dalam bentuk harganya
itu, sebanyak 1/40 harganya.
Abu Amr bin Himas menceritakan, bahwa ayahnya
menjual kulit dan alat-alat yang terbuat dari kulit,
lalu Umar bin Al Khathab berkata kepadanya:
“Wahai Himas, tunaikanlah zakat hartamu itu.”
Beliau menjawab: “Demi Allah, saya tidak punya
harta, sesungguhnya saya cuma menjual kulit.”
Umar berkata: “Perkirakan harganya, dan
keluarkan zakatnya!” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Mushannaf No. 10557,
Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 7099, Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7392)
Dari kisah ini, Imam Ibnu Qudamah mengatakan
adanya zakat tijarah adalah ijma’, sebab tidak
ada pengingkaran terhadap sikap Umar bin Al
Khathab Radhiallahu ‘Anhu.
Beliau mengatakan:
Kisah seperti ini masyhur (tenar), dan tidak ada
yang mengingkarinya, maka hal ini menjadi ijma’.
(Lihat Al Mughni, 5/414. Mawqi’ Al Islam)
Yang termasuk kategori ini, adalah hasil dari
sewa menyewa. Tanah, kios, kebun, rumah,
tidaklah ada zakatnya, tetapi jika disewakan maka
harga sewa itu yang dizakatkan.
Syaikh Muhammad Khaathir Rahimahullah (mufti
Mesir pada zamannya) berkata:
Tanah yang dipersiapkan untuk didirikan
bangunan tidak wajib dizakati, kecuali diniatkan
untuk dibisniskan dengan mengembangkannya.
(Fatawa Al Azhar, 1/157. Fatwa 15 Muharam
1398)
Para ahli fiqih (fuqoha) sepakat atas kewajiban
zakat tanaman dan buah-buahan. Tetapi mereka
berbeda pendapat dalam jenis tanaman dan buah
apa saja yang dizakatkan.
Pembahasan ringkasnya adalah sebagai berikut:
Zakat tanaman dan buah-buahan hanya pada
yang disebutkan secara tegas oleh syariat,
seperti gandum, padi, biji-bijian, kurma dan
anggur, selain itu tidak ada zakat. Ini
pendapat Imam Al Hasan Al Bashri, Imam
Sufyan Ats Tsauri, dan Imam Asy Sya’bi.
Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Asy
Syaukani.Pendapat ini berdasarkan wasiat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al
Asy’ari ketika mereka diutus ke Yaman:
“Janganlah kalian ambil zakat kecuali dari
empat macam: biji-bijian, gandum, anggur
kering, dan kurma. “ (HR. Al Hakim dalam Al
Mustadrak No. 1459, katanya: shahih. Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7242 ,
Ad Daruquthni No. 15)Secara khusus tidak
adanya zakat sayur-sayuran (Al
Khadharawat), Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
Pada sayur-sayuran
tidak ada zakatnya. (HR. Al Bazzar No. 940,
Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 5921.
Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jami’ No. 5411)Maka, tidak ada
zakat pada semangka, jambu, durian, sayur-
sayuran, dan lainnya yang tidak disebutkan
oleh nash. Kecuali jika buah-buahan dan
tanaman ini diperdagangkan, maka masuknya
dalam zakat tijarah.
Sayur-sayuran dan semua yang dihasilkan
oleh bumi (tanah) wajib dizakati, ini adalah
pendapat Imam Abu Hanifah, juga Imam Ibnul
‘Arabi, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan
umumnya ulama kontemporer.Dasarnya
keumuman firman Allah Ta’ala:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu .. (QS.
Al Baqarah (2): 267)Juga keumuman hadits:
Apa saja yang disirami
air hujan maka zakatnya sepersepuluh.
(Hadits yang semisal ini diriwayatkan oleh
banyak imam diantaranya: Al Bukhari, At
Tirmidzi, An Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah,
Ahmad, Al Baihaqi, Ath Thabarani, Ad
Daruquthni, Al Baghawi, Al Bazzar, Ibnu
Hibban, Ath Thahawi, dan Ibnu
Khuzaimah)Maka, hasil tanaman apa pun
mesti dikelurkan zakatnya, baik yang
dikeluarkan adalah hasilnya itu, atau
harganya.
Pendapat Al Qadhi Abu Yusuf yang
mengatakan semua yang tumbuh dari bumi
mesti dizakatkan, selama yang bisa bertahan
dalam setahun. Ada pun yang tidak bisa
bertahan dalam setahun seperti mentimun,
sayur-sayuran, semangka, dan yang apa saja
yang akan busuk dalam waktu sebelum
setahun, maka itu tidak ada zakat.
Kalangan Malikiyah berpendapat, hasil bumi
yang dizakatkan memiliki syarat yaitu yang
bertahan (awet) dan kering, dan ditanam oleh
orang, baik sebagai makanan pokok seperti
gandum dan padi, atau bukan makanan pokok
seperti jahe dan kunyit. Mereka berpendapat
tidak wajib zakat pada buah tin, delima, dan
sayur-sayuran.
Kalangan Syafi’iyah berpendapat, hasil bumi
wajib dizakatkan dengan syarat sebagai
makanan pokok dan dapat disimpan, serta
ditanam oleh manusia, seperti padi dan
gandum. Tidak wajib zakat pada sayur-
sayuran.
Imam Ahmad berpendapat, hasil bumi wajib
dizakatkan baik biji-bijian dan buah-buahan,
yang bisa kering dan tahan lama, baik yang
ditakar dan ditanam manusia, baik makanan
pokok seperti gandum dan padi, atau bukan
seperti jahe dan kunyit. Juga wajib zakat
buah-buahan yang punya ciri di atas seperti
kurma, anggur, tin, kenari, dan lainnya.
Sedangkan yang tidak bisa dikeringkan tidak
wajib zakat seperti semangka, pepaya, jambu,
dan semisalnya.
Kita lihat, para ulama sepakat tentang wajibnya
zakat tanaman hanya pada kurma, padi, gandum,
biji-bijian, dan anggur. Tetapi mereka tidak
sepakat tentang wajibnya zakat pada tanaman
yang bukan menjadi makanan pokok, seperti jahe,
kunyit, buah-buahan selain anggur dan kurma,
dan sayur-sayuran, sebagian mengatakan wajib,
sebagian lain tidak. Masing-masing alasan telah
dipaparkan di atas.
Nishabnya adalah jika hasilnya sudah mencapai 5
wasaq, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
Tidak ada
zakat pada apa-apa yang kurang dari lima
wasaq. (HR. Bukhari No. 1484, Muslim No. 979)
Lima wasaq adalah enam puluh sha’ berdasarkan
ijma’, dan satu sha’ adalah empat mud, lalu satu
mud adalah seukuran penuh dua telapak tangan
orang dewasa. Dr. Yusuf Al Qaradhawi telah
membahas ini secara rinci dalam kitab
monumental beliau, Fiqhuz Zakah, dan
menyimpulkan bahwa lima wasaq adalah setara
dengan +/- 653 Kg.
Zakat hewan ternak (Al An’am) pada Unta, Sapi,
Kerbau dan Kambing (dengan berbagai variannya)
adalah ijma’ , tidak ada perbedaan pendapat.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:
Telah datang berbagai hadits shahih yang
menjelaskan kewajiban zakat pada Unta, Sapi,
dan Kambing, dan umat telah ijma’ (sepakat)
untuk mengamalkannya. Zakat ini memiliki
syarat: sudah sampai satu nishab, berlangsung
selama satu tahun, dan hendaknya hewan
tersebut adalah hewan yang digembalakan, yaitu
memakan rumput yang tidak terlarang sepanjang
tahun itu. (Fiqhus Sunnah, 1/363)
Sedangkan, selain hewan Al An’am tidak wajib
dizakatkan, seperti kuda, keledai, ayam, ikan,
bighal, kecuali jika semua dijual, maka masuknya
dalam zakat tijarah (perniagaan). Wallahu A’lam
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
Tidak ada zakat pada hewan-hewan selain Al
An’am, maka tidak ada zakat pada kuda, bighal
(peranakan kuda dan keledai), keledai, kecuali jika
untuk diperdagangkan. (Fiqhus Sunnah, 1/368)
Namun demikian, tidak semua Al An’am bisa
dizakatkan, ada syarat yang mesti dipenuhi:
1. Sampai nishabnya
2. Sudah berlangsung satu tahun (haul)
3. Hendaknya hewan ternak itu adalah hewan
yang digembalakan, yang memakan rumput yang
tidak terlarang dalam sebagai besar masa
setahun itu.
ZAKAT UNTA
Nishabnya 5 ekor, mesti dikeluarkan 1 ekor
kambing biasa yang sudah berusia setahun
lebih, atau kambing benggala (dha’n), seperti
kibas, biri-biri, berusia setahun.
Jika 10 ekor, maka yang dikeluarkan 2 ekor
kambing betina, dan seterusnya jika
bertambah lima bertambah pula zakatnya satu
ekor kambing betina.
Jika banyaknya 25 ekor, maka zakatnya 1 ekor
anak unta betina umur 1-2 tahun, atau 1 ekor
anak unta jantan umur 2-3 tahun.
Jika 36 ekor, zakatnya 1 ekor anak unta betina
usia 2-3 tahun
Jika 46 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina
berumur 3-4 tahun
Jika 61 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina
4-5tahun
Jika 76 ekor, zakatnya 2 ekor anak unta betina
umur 2-3 tahun
Jika 91 ekor sampai 120 ekor, zakatnya 2 ekor
anak unta betina umur 3-4 tahun
ZAKAT SAPI
Tidak wajib zakat jika belum sampai 30 ekor,
dalam keadaan digembalakan, dan sudah satu
haul, zakatnya 1 ekor sapi jantan atau betina
berumur 1 tahun
Jika 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina
berumur 2 tahun
Jika 60 ekor, zakatnya 2 ekor sapi berumur 1
tahun
Jika 70 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina
umur 2 tahun dan 1 ekor sapi jantan berumur
1 tahun
Jika 80 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina
umur 2 tahun
Jika 90 ekor, zakatnya 3 ekor sapi umur 1
tahun
Jika 100 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina
umur 2 tahun, serta 2 ekor sapi jantan umur 1
tahun
110 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina umur 2
tahun, dan 1 ekor sapi jantan umur 1 tahun
120 ekor, zakatnya 3 ekor sapi betina berumur
2 tahun, atau 4 ekor sapi umur 1 tahun.
Dan seterusnya, jika banyaknya bertambah, maka
setiap 30 ekor adalah 1 ekor sapi umur 1 tahun,
dan setiap 40 ekor adalah 1 ekor sapi betina
berumur 2 tahun.
ZAKAT KAMBING
Tidak dizakatkan kecuali sudah mencapai 40
ekor. Jika berjumlah antara 40-120 ekor dan
sudah cukup satu haul, maka zakatnya 1 ekor
kambing betina.
Dari 121-200 ekor, zakatnya adalah 2 ekor
kambing betina
Dari 201-300 ekor, zakatnya adalah 3 ekor
kambing betina. Dan seterusnya, tiap
tambahan 100 ekor, dikelurkan 1 ekor kambing
betina. Dari domba berumur 1 tahun, dari
kambing biasa 2 tahun.
Jika kambingnya hanya ada yang jantan,
maka boleh dikeluarkan yang jantan. Jika
sebagian jantan dan sebagian betina, atau
semuanya betina, ada yang membolehkan
jantan, ada juga hanya betina yang
dizakatkan.
Binatang yang dipakai membajak sawah atau
menarik gerobak tidak wajib dikenakan zakat.
ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW. “Tidaklah
ada zakat bagi sapi yang dipakai bekerja.” (H.R.
Abu Daud dan Daruquthni).
5. Pengertian Zakat Rikaz sebagai berikut:
Berkata Imam Malik: “Perkara yang tidak lagi
diperselisihkan bagi kami dan yang saya dengar
dari para ulama, bahwa mereka mengatakan rikaz
adalah harta terpendam yang dipendam sejak
masa jahiliyah, untuk menemukannya tidak
membutuhkan ongkos, tidak juga upaya keras dan
tenaga besar untuk mencarinya. Sedangkan yang
ditemukan dengan menggunakan ongkos dan
bersusah payah mencarinya, yang kadang bisa
berhasil, waktu lain bisa gagal, maka itu bukan
rikaz.” (Al Muwaththa’ No. 585, riwayat Yahya Al
Laitsi)
Sedangkan Ma’din (barang tambang) adalah:
diambil dari kata ya’danu – ‘ad-nan yang artinya
menetap pada suatu tempat.
Dalil wajibnya zakat rikaz adalah:
Dan pada rikaz zakatnya adalah
seperlima (khumus). (HR. Bukhari No. 1499,
Muslim No. 1710)
Hadits ini menunjukkan wajibnya zakat rikaz, dan
berapa yang mesti dikeluarkan, yakni 1/5, atau 20
%.
Rikaz yang mesti dikeluarkan zakatnya adalah:
Rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya seperlima
adalah semua yang berupa harta seperti emas,
perak, besi, timah, tembaga, bejana, dan yang
semisalnya. Inilah pendapat Hanafiyah, Hanabilah,
Ishaq, Ibnul Mundzir, satu riwayat dari Malik,
salah satu pendapat dari Asy Syafi’i. Pendapat
yang lain: bahwa seperlima tidaklah wajib kecuali
pada mata uang: yaitu emas dan perak. (Fiqhus
Sunah, 1/374)
Kepada siapa diwajibkan? Siapa saja yang
menemukan rikaz, wajib mengeluarkan zakatnya,
baik dewasa atau anak-anak, berakal atau gila,
bahkan kafir dzimmi sekali pun. Ada pun untuk
anak-anak dan orang gila yang mengurus
pengeluaran zakatnya adalah walinya.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah
mennyebutkan:
ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﺍﻟْﻤُﻨْﺬِﺭِ : ﺃَﺟْﻤَﻊَ ﻛُﻞُّ ﻣَﻦْ ﻧَﺤْﻔَﻆُ ﻋَﻨْﻪُ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ
ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ، ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺬِّﻣِّﻲِّ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﻛَﺎﺯِ ﻳَﺠِﺪُﻩُ ﺍﻟْﺨُﻤْﺲَ .
ﻗَﺎﻟَﻪُ ﻣَﺎﻟِﻚٌ ، ﻭَﺃَﻫْﻞُ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔِ ، ﻭَﺍﻟﺜَّﻮْﺭِﻱُّ ، ﻭَﺍﻟْﺄَﻭْﺯَﺍﻋِﻲُّ ، ﻭَﺃَﻫْﻞُ
ﺍﻟْﻌِﺮَﺍﻕِ ، ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺏُ ﺍﻟﺮَّﺃْﻱِ ، ﻭَﻏَﻴْﺮُﻫُﻢْ .
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲُّ : ﻟَﺎ ﻳَﺠِﺐُ ﺍﻟْﺨُﻤْﺲُ ﺇﻟَّﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﺠِﺐُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓُ ؛ ﻟِﺄَﻧَّﻪُ ﺯَﻛَﺎﺓٌ .
ﻭَﺣُﻜِﻲَ ﻋَﻨْﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼَّﺒِﻲِّ ﻭَﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺃَﻧَّﻬُﻤَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﻤْﻠِﻜَﺎﻥِ ﺍﻟﺮِّﻛَﺎﺯَ .
Semua ulama yang telah saya ketahui telah
sepakat, bahwa orang dzimmi juga wajib
mengeluarkan zakat rikaz yang ditemukannya
sebesar 1/5. Ini menjadi pendapat Malik,
penduduk Madinah, Ats Tsauri, Al Awza’i,
penduduk Iraq, ashhab ar ra’yi (pengikut Imam
Abu Hanifah), dan selain mereka. Imam Asy
Syafi’i berkata: tidak wajib seperlima kecuali
kepada orang yang wajib berzakat, karena zakat
adalah zakat. Diceritakan darinya, bahwa anak-
anak dan wanita tidaklah memiliki rikaz. (Al
Mughni, 5/400)
Zakat rikaz dikeluarkan tanpa menunggu haul,
tapi dikeluarkan ketika menemukannya, juga tidak
ada nishab. Ini adalah pendapat jumhur
(mayoritas).
Ini adalah jenis zakat yang diperselisihkan para
ulama. Hal ini sama dengan sebagian zakat
lainnya, seperti zakat sayur-sayuran, buah-
buahan selain kurma, dan zakat perdagangan.
Sebagian kalangan ada yang bersikap keras
menentang zakat profesi, padahal perbedaan
seperti ini sudah ada sejak masa lalu, ketika
mereka berbeda pendapat tentang ada tidaknya
zakat sayuran, buah, dan perdagangan tersebut.
Seharusnya perbedaan pendapat yang disebabkan
ijtihad seperti ini tidak boleh sampai lahir sikap
keras apalagi membid’ahkan.
Mereka yang mendukung pendapat ini seperti
Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul
Wahhab Khalaf, Syaikh Abdurrahman Hasan, dan
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang ada
beberapa alasan keharusan adanya zakat profesi:
Profesi yang dengannya menghasilkan uang,
termasuk kategori harta dan kekayaan.
Kekayaan dari penghasilan bersifat berkembang
dan bertambah, tidak tetap, ini sama halnya
dengan barang yang dimanfaatkan untuk
disewakan. Dilaporkan dari Imam Ahmad, bahwa
beliau berpendapat tentang seseorang yang
menyewakan rumahnya mendapatkan uang
sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut
wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya
tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada
hakikatnya menyerupai mata pencaharian, dan
wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai
satu nisab, walau tanpa haul.
Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat
tanaman, yang mesti dikeluarkan oleh petani
setiap memetik hasilnya. Bukankah petani juga
profesi? Sebagian ulama menolak menggunakan
qiyas dalam masalah ini, tetapi pihak yang
mendukung mengatakan bukankah zakat fitri
dengan beras ketika zaman nabi juga tidak ada?
Bukankah nabi hanya menyontohkan dengan
kurma dan gandum? Saat ini ada zakat fitri
dengan beras karena beras adalah makanan
pokok di Indonesia, tentunya ini juga
menggunakan qiyas, yakni mengqiyaskan dengan
makanan pokok negeri Arab saat itu, kurma dan
gandum. Jadi, makanan apa saja yang menjadi
makanan pokok-lah yang dijadikan alat
pembayaran zakat. Jika mau menolak,
seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras
yang hanya didasarkan dengan qiyas sebagai
makanan pokok.
Dalam perspektif keadilan Islam, maka adanya
zakat profesi adalah keniscayaan. Bagaimana
mungkin Islam mewajibkan zakat kepada petani
yang pendapatannya tidak seberapa, namun
membiarkan para pengusaha kaya, pengacara,
dokter, dan profesi prestise lainnya menimbun
harta mereka? Kita hanya berharap mereka mau
bersedekah sesuai kerelaan hati?
Dalam perspektif maqashid syari’ah (tujuan dan
maksud syariat), adanya zakat profesi adalah
sah. Sebab lebih mendekati keadilan dan
kemaslahatan, serta sesuai ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(keluarkan zakat) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS. Al
Baqarah (2): 267)
Bukankah zakat penghasilan diambil dari hasil
usaha yang baik-baik saja?
Mereka berpendapat bahwa zakat profesi ada dua
jenis pelaksanaan, sesuai jenis pendapatan
manusia. Pertama, untuk orang yang gajian
bulanan, maka pendekatannya dengan zakat
tanaman, yaitu nishabnya adalah 5 wasaq, senilai
dengan 653 Kg gabah kering giling, dan
dikeluarkan 2,5%, yang dikeluarkan ketika
menerima hasil (gaji), tidak ada haul. Kedua, bagi
yang penghasilannya bukan bulanan, seperti
tukang jahit, kontraktor, pengacara, dokter, dan
semisalnya, menggunakan pendekatan zakat
harta, yakni nishab senilai dengan 85gr emas
setelah diakumulasi dalam setahun, setelah
dikurangi hutang konsumtif, dikeluarkan sebesar
2,5%.
Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab
Saudi dan yang mengikuti mereka, berpendapat
tidak ada zakat profesi. Sebab Al Quran dan As
Sunnah secara tekstual tidak menyebutkannya.
Mereka menganggap, aturan main zakat profesi
tidaklah konsisten. Kenapa nishabnya diqiyaskan
dengan zakat tanaman (5 wasaq), tetapi yang
dikeluarkan bukan dengan ukuran zakat tanaman
pula? Seharusnya dikeluarkan adalah 5% atau 10%
sebagaimana zakat tanaman, tetapi zakat profesi
mengeluarkan zakatnya adalah 2,5% mengikuti
zakat emas.
Sementara Syaikh Ibnul ‘Utsaimin, Syaikh Shalih
Al Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat
penghasilan itu ada, tetapi seperti zakat lainnya,
mesti mencapai nishab, dan menunggu selama
satu haul. Dengan kata lain, tidak diwajibkan
zakat penghasilan pada gaji bulanan.
Demikianlah perselisihan ini.
Zakat pendapatan atau profesi telah dilaksanakan
sebagai sesuatu yang paling penting pada zaman
MUAWIYAH DAN UMAR BIN ABDUL AZIZ. Zakat
jenis ini dikenal dengan nama Al-Ata’ dan
dizaman modern ini dikenal dengan “Kasbul
Amal”.
Zakat ini diperselisihkan oleh para ulama karena
zakat ini sama dengan sebagian zakat lainnya,
seperti zakat sayur-sayuran, buah-buahan selain
kurma, dan zakat perdagangan. Sebagian
kalangan ada yang bersikap keras menentang
zakat profesi, padahal perbedaan seperti ini sudah
ada sejak masa lalu, ketika mereka berbeda
pendapat tentang ada tidaknya zakat sayuran,
buah, dan perdagangan tersebut.
Mereka yang mendukung pendapat ini seperti
Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul
Wahhab Khalaf, Syaikh Abdurrahman Hasan, dan
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang ada
beberapa alasan keharusan adanya zakat profesi:
Profesi yang dengannya menghasilkan uang,
termasuk kategori harta dan kekayaan.
Kekayaan dari penghasilan bersifat berkembang
dan bertambah, tidak tetap, ini sama halnya
dengan barang yang dimanfaatkan untuk
disewakan. Dilaporkan dari Imam Ahmad, bahwa
beliau berpendapat tentang seseorang yang
menyewakan rumahnya mendapatkan uang
sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut
wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya
tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada
hakikatnya menyerupai mata pencaharian, dan
wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai
satu nisab, walau tanpa haul.
Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat
tanaman, yang mesti dikeluarkan oleh petani
setiap memetik hasilnya. Bukankah petani juga
profesi? Sebagian ulama menolak menggunakan
qiyas dalam masalah ini, tetapi pihak yang
mendukung mengatakan bukankah zakat fitri
dengan beras ketika zaman nabi juga tidak ada?
Bukankah nabi hanya menyontohkan dengan
kurma dan gandum? Saat ini ada zakat fitri
dengan beras karena beras adalah makanan
pokok di Indonesia, tentunya ini juga
menggunakan qiyas, yakni mengqiyaskan dengan
makanan pokok negeri Arab saat itu, kurma dan
gandum. Jadi, makanan apa saja yang menjadi
makanan pokok-lah yang dijadikan alat
pembayaran zakat. Jika mau menolak,
seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras
yang hanya didasarkan dengan qiyas sebagai
makanan pokok.
Dalam perspektif keadilan Islam, maka adanya
zakat profesi adalah keniscayaan. Bagaimana
mungkin Islam mewajibkan zakat kepada petani
yang pendapatannya tidak seberapa, namun
membiarkan para pengusaha kaya, pengacara,
dokter, dan profesi prestise lainnya menimbun
harta mereka? Kita hanya berharap mereka mau
bersedekah sesuai kerelaan hati?
Mereka berpendapat bahwa zakat profesi ada dua
jenis pelaksanaan, sesuai jenis pendapatan
manusia. Pertama, untuk orang yang gajian
bulanan, maka pendekatannya dengan zakat
tanaman, yaitu nishabnya adalah 5 wasaq, senilai
dengan 653 Kg gabah kering giling, dan
dikeluarkan 2,5%, yang dikeluarkan ketika
menerima hasil (gaji), tidak ada haul. Kedua, bagi
yang penghasilannya bukan bulanan, seperti
tukang jahit, kontraktor, pengacara, dokter, dan
semisalnya, menggunakan pendekatan zakat
harta, yakni nishab senilai dengan 85gr emas
setelah diakumulasi dalam setahun, setelah
dikurangi hutang konsumtif, dikeluarkan sebesar
2,5%.
DALIL WAJIB ZAKAT PROFESI/PENDAPATAN
Firman Allah : Hai orang-orang yang beriman,
keluarkanlah/nafkahkanlah (dijalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu (Surat Al-Baqarah 2 : 267). Dalam
ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa segala
hasil usaha yang baik-baik wajib dikeluarkan
zakatnya. Termasuk pendapat para pekerja dari
gaji atau pendapatan dari profesi sebagai dokter,
konsultan, seniman, akunting, notaris, dan
sebagainya. Imam Ar-Razi berpendapat bahwa
konsep “hasil usaha” meliputi semua harta dalam
konsep menyeluruh yang dihasilkan oleh kegiatan
atau aktivitas manusia.
SYARAT WAJIB ZAKAT PENDAPATAN
Islam
Merdeka
Milik Sendiri
Hasil usaha yang baik sebagai sumber zakat :
Hasil usaha tersebut termasuk pendapatan, yang
terdiri dari kumpulan Honor, Gaji, Bonus, Komisi,
Pemberian, pendapatan profesional, Hasil sewa
dan sebagainya. Para Fuqoha menerangkan
bahwa semua pendapatan tersebut sebagai “Mal
Mustafad” yaitu perolehan baru yang termasuk
dalam sumber harta yang dikenakan zakat.
Cukup Nisab. Nisab bagi zakat pendapatan/
profesi ini merujuk kepada nilai 85 gram emas,
dengan harga saat ini. Biasanya pendapatan/gaji
selalu diterima dalam bentuk mata uang, untuk
itu zakatnya disandarkan kepada nilai emas.
Cukup Haul. Kontek haul dalam zakat pendapatan
adalah jarak masa satu tahun adalah merupakan
jarak pengumpulan hasil-hasil yang diperoleh dari
berbagai sumber selama satu tahun. Sebab roh
yang sangat penting dari zakat pendapatan ini
dilihat dari harta perolehan atau penghasilan dan
bukannya persoalan harta uang simpanan. Jadi
makna haul disini adalah jarak pengumpulan
pendapatan selama satu tahun dan bukannya
lamanya menyimpan selam setahun seperti zakat
harta simpanan.
7. Banyak urusan bisnis yang menggunakan mata
uang sebagai alat pertukarannya, Setiap negara
mempunyai nilai mata uangnya sendiri yang
disandarkan kepada nilai tukar emas.
DALIL WAJIB ZAKAT UANG SIMPANAN “Saiidina
Ali telah meriwayatkan bahwa Nabi saw
bersabda: Apabila kamu mempunyai (uang
simpanan) 200 dirham dan telah cukup haul
(genap setahun) diwajbkan zakatnya 5 dirham,
dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas)
kecuali kamu mempunyai 20 dinar dan telah
cukup haulnya diwajibkan zakatnya setengah
dinar. Demikian juga kadarnya jika nilainya
bertambah dan tidak diwajibkan zakat dalam
sesuatu harta kecuali genap setahun”. (HR Abu
Daud)
8. Saham adalah hak pemilikan tertentu atas
kekayaan suatu perseroan terbatas (PT) atau atas
penunjukan atas saham tertentu. Tiap saham
merupakan bagian yang sama atas kekayaan itu.
Obligasi adalah kertas berharga (semacam cek)
yang berisi pengakuan bahwa bank, perusahaan,
atau pemerintah berhutang kepada pembawanya
sejumlah tertentu dengan bungan tertentu pula
Saham dan Obligasi adalah kertas berharga yang
berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan
khusus yang disebut BURSA EFEK.
Cara menghitung zakat Saham dan Obligasi
adalah 2.5 % atas jumlah terendah dari semua
saham/obligasi yang dimiliki selama setahun,
setelah dikurangi atau dikeluarkan pinjaman untuk
membeli saham (jika ada).
DALIL DAN SYARAT WAJIB ZAKAT SAHAM.
Dalil dan syarat wajib mengeluarkan zakat saham
atau obligasi sama seperti dalil dan syarat wajib
atas zakat uang simpanan diatas.
Saat ini terdapat 22 lembaga amil zakat nasional yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
memudahkan pembayaran pajak.
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
2. Baitul Maal Hidayatullah
3. Baitul Mal Ummat Islam Bank Negara Indonesia
(BAMUIS BNI)
4. Baitulmaal Muamalat (BMM)
5. Baituzzakah Pertamina
6. Bangun Sejahtera Mitra Umat (BSM Umat)
7. Dompet Dhuafa Republika
8. Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPU DT)
9. LAZ Yayasan Amanah Takaful
10. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
11. LAZIS Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
12. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS
IPHI)
13. Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh
Nahdlatul Ulama (LAZISNU)
14. LAZ Dana Sosial Islam( DSI )
15. Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal wat
Tamwil (LAZNAS BMT)
16. Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah
Muhammadiyah (LAZISMU)
17. Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)
18. Pusat Zakat Umat (LAZ Persatuan Islam)
19. Rumah Zakat Indonesia/ Dompet Sosial Ummul
Quro (DSUQ)
20. Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF)
Zakat memiliki beberapa manfaat atau hikmah, antara
lain:
1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka
yang berada dengan mereka yang miskin.
2. Pilar amal jama’i antara mereka yang berada
dengan para mujahid dan da’i yang berjuang dan
berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat
Allah SWT.
3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari
ketamakan orang jahat.
5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah
SWT berikan
6. Untuk pengembangan potensi ummat
7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk
Islam
8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-
proyek yang berguna bagi ummat.
Sekian sudah merangkum pelajaran fiqih tentang zakat,
tolong dibenarkan jika ada yang salah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar